Rabu, 17 November 2010

PESONA RUMAH TANGGA (1)

I. PENGARUH PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN 
TERHADAP HUBUNGAN SUAMI-ISTRI

"Seorang wanita yang sehat tidak akan nampak murung;
wanita tanpa problem seks akan selalu ceria"



1.1 Pergeseran Prioritas terhadap Nilai


    Gelombang peradaban modern mau tak mau berpengaruh, bahkan dapat mengubah gaya hidup masyarakat,yang tidak selalu positif. Perubahan gaya hidup ini, secara tak langsung, memudarkan mitos dalam suatu ikatan pernikahan bahwa istri adalah abdi suami. Dalam membina biduk rumah tangga, lebih tepat jika dikatakan istri adalah partner yang duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan suami.Seiring dengan kemajuan jaman, wanita bukan lagi istri yang nasibnya tergantung sepenuhnya pada suami, melainkan berhak berkembang sebagai pribadi utuh. Oleh karena itu, fenomena wanita kerja (karier) sudah waktunya diakui dan berjalan wajar-wajar saja.
       Bagi kaum pria, peradaban yang bergerak maju ini, secara psikhologis, hanya terasa pada situasi dan fisik; tidak mengubah perannya sebagai suami dan ayah yang bertanggung jawab atas segala kelangsungan hidup anak dan istri. Dengan demikian, nampaknya modernisasi hanya "mengubah" peran dan posisi wanita sebagai sitri dan ibu sekaligus pribadi mandiri yang sukses dalam karier.
      Sebenarnya, yang terjadi di amasyarakat bukanlah perubahan nilai, melainkan pergeseran prioritas terhadap nilai. Dalam kehidupan modern yang kompetitif ini, tanggung jawab terhadap kelangsungan hidup keluarga lebih dipentingkan daripada sekedar mempersoalkan apa yang "pantas dan tidak pantas".. Dan hal ini menjadi tanggung jawab bersama antara suami dan istri. Dalam berperan sebagai suami-istri mutlak diperlukan tanggung jawab yang menjangkau 3 dimensi waktu, sekaligus yaitu masa lalu, masa kini, dan masa depan. Bertanggung jawab atas segala keputusan yang telah diambil di masa lampau, dan menjalaninya secara konsekuen dan konsisten di masa kini, serta siap dengan segala akibat dan risiko yang mungkin terjadi di masa depan.
      Satu hal yang perlu dicatat bahwa urutan prioritas nilai antara satu individu dengan individu lain bisa berbeda, walau berada dalam satu kurun generasi yang sama. Hal ini disebabkan lingkungan dan riwayat kehidupan yang berbeda pula. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika sering terjadi konflik, khususnya yang berkaitan dengan konsep nilai hubungan antara manusia, termasuk dalam kehidupan suami-istri. Namun demikian, lingkungan hanya merupakan satu dari banyak faktor yang mempengaruhi kehidupan perkawinan. Setiap kasus dalam konflik suami-istri berbeda untuk masing-masing pasangan, meskipun berangkat dari masalah yang sama. Ada 3 faktor utama yang mendasari hubungan suami-istri yang mencerminkan kekhasan hubungan masing-masing pasangan.

1.1.1 Karakteristik Kepribadian Individu
 
       Kepribadian manusia dibentuk oleh bakat atau pembawaan yang dalam perkembangannya diwarnai oleh lingkungan, terutama bimbingan dan pengasuhan orangtua. Melalui pembinaan orangtualah ururtan prioritas nilai ditanamkan sejak kecil sehingga sulit diubah. Dalam kehidupan suami-istri, perbedaan pandangan mengenai prioritas nilai hampir selalu ada. Akibatnya, kehidupan perkawinan tidak selalu dapat berjalan mulus. Selain dari pembawaan, latar belakang pendidikan keluarga dan adat kebiasaan atau kebudayaan, tingkat pendidikan yang kurang seimbang dan agama yang berbeda juga merupakan sumber perbedaan pandangan suami-istri.
       Pengembangan diri secara pribadi dalam kehidupan perkawinan sangat penting artinya, tetapi dapat juga sangat riskan jika arah dan irama perkembangannya tidak seimbang. Oleh karena itu, persiapan mental menjelang berumah tangga sangat diperlukan agar mereka dapat mengantisipasi ke depan tentang kemungkinan-kemungkinan yang bakal dihadapi kelak.


1.1.2 Relasi Dasar Suami-Istri

       Motivasi seseorang untuk menikah berbeda-beda. Ada yang atas dasar saling cinta, tapi ada pula yang demi status belaka. Ada yang atas dasar cinta psikhologis untuk memndapatkan kasih sayang dan perlindungan seperti layaknya figur ayah, ada pula cinta dagang yang semata-mata untuk mempertahankan warisan kedua belah pihak. Ada jua cinta bilogis yang sekedar untuk memenuhi naluri seksualnya.
      Dalam kehidupan perkawinan, segala hal bisa terjadi. Langgeng-tidaknya sebuah pernikahan, apapun motivasinya, sepenuhnya tergantung dari rasa tanggung jawab masing-masing pihak atas keputusan yang telah diambilnya dahulu. Namun demikian, bagaimana pun kebiasaan buruk tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Masing-masing pihak harus berusaha memperbaiki diri.


1.1.3 Kondisi Lingkungan

       Kehidupan perkawinan melibatkan suami istri ke dalam aktivitas dan penghayatan yang harus sejalan dan serasi. Kehidupan seksual sama pentingnya dengan kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan situasi perkawinan; sama pentingnya dengan pemeliharaan kemantapan dan keserasian emosional masing-masing partner.
       Perubahan lingkungan dapat mengubah situasi perkawinan. Untuk menghindari masalah yang ditimbulkan oleh perubahan situasi perkawinan, perlu usaha dan kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan yang setiap saat dapat saja terjadi. Fleksibiltas ini wajib dimiliki oleh pasangan suami istri. BIla salah satu pihak kurang dipersiapkan untuk melangkah maju, dapat timbul kesenjangan hubungan di antara mereka.
       Dulu, konsepsi kesetiaan menempati ururtan prioritas tinggi pada pihak istri.. Istri wajib berbakti kepada suami, suka atau tidak suka. Kini, situasi telah berubah; istri hanya berbakti atas dasar cinta, tanpa paksaan, tekanan, atau ancaman. Kedengarnnya indah dan adil, namun di sinilah letak tantangan dan jebakan. Kebebasan baru berguna jika berada di tangan manusia yang lapang dada, mampu menerima realitas seadanya dan tidak mementingkan diri sendiri.


1.2 Pedoman agar Pernikahan Berjalan Mulus

       Kunci perjalanan biduk rumah tangga terletak pada penilaian dan penerimaan masing-masing pasangan mengenai pribadi partner-nya pada masa penjajagan. Bila mereka dapat menerima kelebihan dan kekurangan partner-nya sekaligus lalu memutuskan untuk menikah, maka langkah selanjutnya ditentukan oleh tingkat kedewasaan kedua pihak untuk mempertanggung-jawabkan keputusannya.
      Kedewasaan menekankan pada pentingnya kematangan pribadi, yang antara lain adalah kemampuan untuk mengontrol emosi diri. Masing-masing pihak seyogyanya bersedia mencari titik temu guna menanggulangi segala perbedaan yang ada dan mengutamakan kepentingan bersama di atas segala kepentingan pribadi.Oleh karena itu, sepatutnyalah sejak awal perkawinan kedua pihak selalu menjaga keseimbangan dalam memenuhi kebutuhan pasangannya, baik kebutuhan biologis, emosional (kasih sayang dan perhatian), sosial (memperluas pergaulan), intelektual, maupun spiritualnya.
       Faktor terpenting dalam hubungan suami istri adalah komunikasi yang baik dan terbuka, mencakup komunikasi non verbal (belaian, sentuhan, atau ciuman) untuk mengungkapkan cinta, kasih sayang, dan perhatian, maupun komunikasi verbal (pujian, sanjungan, dan rayuan). Jangan setiap kali terjadi konflik, lalu pulang ke orangtua. Untuk menghindari kesenjangan hubungan, beberapa usaha dapat dilakukan dengan menyelaraskan kegiatan yang berkaitan dengan hobi atau minat, harapan, dan cita-cita di masa depan. Perceraian merupakan jalan pintas yang belum tentu menyelesaikan masalah.
       Memang dibutuhkan kepribadian yang matang untuk menghadapi perkembangan modernisasi. Di dalam perknikahan perlu ada pepatah: "sedia payung sebelum hujan". Maksudnya, mengasah kepekaan dan kewaspadaan untuk merasakan hal-hal yang tidak beres. Makin dini keretaan dideteksi, makin mudah menanggulanginya. Tanda-tanda terganggunya hubungan suami-istri antara lain:
       1. Kesibukan yang menjurus kepada keterasingan
       2. Kecemburuan yang berlebihan
       3. Ketidak-serasian dalam maslah seksual
       4. Dominasi pada salah satu pihak
       5. Kecanduan pekerjaan

1.3 Berusaha Memupuk Keinginan untuk Memberi

      Menghadapi hari-hari dengan kejemuan merupakan bahaya terbesar dalam perkawinan. Jika hal itu terlanjur terjadi, sangat sulit memperoleh segalanya utuh seperti semula, walalupun istri tersadar dan berusaha memperbaiki kekeliruannya cepat-cepat. Sekali hati suami telah diberikan ke luar rumah, sulit sekali untuk ditarik seluruhnya kembali ke dalam rumah.
        Dengan memiliki tekad dan kebiasaan untuk memberi, maka Anda tidak akan pamrih lagi terhadap pasangan, bersedia melakukan sesuatu dengan ikhlas. Melakukan pekerjaan yang melelahkan pun terkadang terasa ringan dan menyenangkan. Demikian pula dalam urursan seks, maka tidak akan terjadi kasus di mana seorang istri menolak permintaan suami untuk diadakan permainan cinta. Jangan pernah mengatakan capai atau tidak untuk urusan ranjang. Yang paling celaka, jika si istri sengaja membiarkan suami bermain sendiri. Ia rebah lesu tanpa gairah sedikti pun untuk melayani suami dan suami hanya giat sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar