Rabu, 27 Oktober 2010

MENGOPTIMALKAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (1)

I. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TANAMAN JAGUNG


1.1 Morfologi Tanaman Jagung

1.1.1 Sistem Perakaran Tanaman Jagung

         Sistem perakaran tanaman jagung berupa akar serabut (fibrious root system), yang terdiri atas 3 macam akar, yaitu (a) akar seminal, (b) akar adventif, dan (c) akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah akar yang pertama kali tumbuh dan berkembang dari radikula dan embrio.,sehingga sering disebut juga akar kecambah atau akar primer Pertumbuhan akar seminal akan melambat setelah plumula muncul ke permukaan tanah dan akan berhenti setelah tanaman memiliki 3 daun yang membuka sempurna (fase V3). Akar seminal hanya sedikit berperan dalam siklus hidup tanaman jagung. Akar adventif adalah akar yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, lalu berkembang membentuk set perakaran di setiap buku hingga 7 - 10 buku ke atas di bawah permukaan tanah. Akar adventif berperan dalam pengambilan air dan hara. Akar kait adalah akar adventif yang tumbuh pada dua atau tiga buku di atas permukaan tanah. Akar kait berfungsi menjaga habitus tanaman agar tetap berdiri tegak dan membantu penyerapan air dan hara (Subekti et al., 2010).
        Kedalaman dan penyebaran akar tanaman jagung bervariasi tergantung varietas, pengolahan tanah, karakter fisika dan kimia tanah, kondisi kelengasan tanah, dan pemupukan. Perkembangan akar tanaman jagung dapat dijadikan indikator toleransi tanaman terhadap cekaman air dan hara, terutama Al. Tanaman yang toleran terhadap cekaman Al, tudung akarnya terpotong dan tidak memiliki bulu-bulu akar (Syafruddin, 2002). Pemupukan N dengan takaran yang berbeda menyebabkan perbedaan plastisitas sistem perakaran tanaman jagung (Smith et al., 1995). Akar serabut tumbuh horisontal ke segala arah dan penyebarannya dapat mencapai jarak 60 cm dalam sebulan.

1.1.2 Sistem Batang  Tanaman Jagung

        Batang tanaman jagung tidak berkayu tetapi cukup keras, terdiri atas sejumlah ruas dan buku (4 - 48 ruas, tergantung varietas), berbentuk silindris, dan tidak bercabang. Anatomi batangnya memiliki 3 komponen jaringan utama, yaitu kulit (epidermis), jaringan pembuluh (bundles vasculer), dan pusat batang (pith). Bundles vasculer tertata dalam lingkaran-lingkaran konsentris menuju perikarp di dekat epidermis dengan kepadatan bundles yang tinggi dan makin berkurang mendekati pusat batang. Konsentrasi bundles yang tinggi di dekat epidermis menyebabkan tanaman tahan rebah. Genotipe tanaman jagung yang mempunyai batang kuat memiliki lebih banyak lapisan jaringan sklerenkim berdinding tebal di bawah epidermis batang dan sekeliling bundles vasculer (Palliwal, 2000). Terdapat variasi ketebalan kulit batang  antargenotipe tanaman jagung yang dapat digunakan untuk seleksi toleransi tanaman terhadap kerebahan.
       Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi antara 0,6 - 3,0 m, tergantung varietas. Jagung varietas genjah (hibrida) hanya mencapai tinggi rata-rata 1 m, sedangkan varietas dalam  dapat mencapai 3 m. Ruas pada bagian pangkal batang berukuran lebih pendek dibanding dengan ruas di atasnya yang memiliki panjang relatif sama. Kulit batang tanaman jagung tipis, keras, dan mengkilat. Batang tanaman jagung mengandung zat gula yang cukup banyak, terutama pada batang tanaman muda, sehingga dapat diolah menjadi nira atau gula. Batang tanaman jagung juga kaya serat yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan kertas.

1.1.3 Sistem Daun Tanaman Jagung
        Daun tanaman jagung adalah daun tunggal yang terdiri atas helaian daun, ligula, dan pelepah daun yang melekat erat pada batang. Daun tanaman jagung muncul dari setiap buku dan membuka sempurna dalam waktu 3 - 4 hari. Tanaman jagung yang tumbuh di daerah tropis memiliki jumlah daun yang lebih banyak daripada yang tumbuh di daerah sedang  atau temperate  (Palliwal, 2000). Genotipe tanaman jagung mempunyai keragaman dalam hal ukuran daun, baik panjang, lebar, tebal, sudut, maupun warnanya (pigmentasi). Daun tumbuh pada setiap ruas batang dengan kedudukan daun saling berhadapan.
        Lebar helai daun dikategorikan mulai dari sangat sempit (< 5 cm), sempit (5,1 - 7,0 cm), sedang (7,1 - 9,0 cm), lebar (9,1 - 11,0 cm), hingga sangat lebar (> 11,0 cm). Besar sudut daun juga beragam mulai dari sangat kecil (< 15,0o), kecil (15,0 - 22,5o), sedang (22,5 - 30,0o), besar (30,0  - 45,0o), hingga sangat besar (> 45,0o). Beberapa genotipe tanaman jagung memiliki antosianin pada helai daunnya, baik di pinggir atau pada tulang daun. Intensitas warna antosianin pada pelepah daun bervariasi dari sangat lemah hingga sangat kuat. Bentuk ujung daun juga berbeda-beda, yaitu runcing, runcing agak bulat, bulat, bulat agak tumpul, dan tumpul.
        Sudut daun mempengaruhi tipe tanaman jagung. Berdasarkan letak posisi daun atau sudut daunnya, tanaman jagung dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tegak (erect) dan menggantung (pendant). Tipe erect biasanya memiliki  sudut daun sangat kecil hingga sedang dengan pola helaian daun lurus maupun bengkok. Tipe pendant umumnya memiliki  sudut daun lebar dengan pola helaian daun lurus hingga sangat bengkok. Tanaman jagung bertipe erect memiliki kanopi kecil sehingga dapat ditanam dengan populasi tinggi. Kepadatan yang tinggi diharapkan dapat memberikan hasil yang tinggi pula.
        Permukaan daun kasar dan agak berbulu, memiliki tangkai daun yang merupakan pelepah yang membungkus batang. Ibu tulang daun terletak di tengah-tengah helaian daun dengan telinga daun dan lidah daun yang terletak di pangkal daun. Jumlah daun dalam satu batang sebanyak ruas batangnya, yaitu antara 10 - 20 helai.

1.1.4 Sistem Bunga Tanaman Jagung

        Bunga tanaman jagung bersifat monoesius (berumah satu, yaitu bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam satu tanaman, tetapi tidak dalam satu bunga. Oleh kare itu, bunga tanaman jagung juga disebut bunga tidak sempurna. Pada tahap awal, sebenarnya kedua bunga tanaman jagung memiliki primordia bunga biseksual. Selama perkembangannya, primordia stamen pada bunga axillary apices rudiment (mengecil) dan berkembang menjadi bunga betina; dan primordia gynaecium pada bunga apikal rudiment dan berkembang menjadi bungan jantan (Palliwal, 2000). Bunga jantan (tassel) berkembang dari titik tumbuh apikal dan tersusun dalam mata (panicula) di ujung tanaman, berwarna putih (pada jagung manis, sweet corn) hingga kuning kecoklatan (pada jagung biasa). Bunga betina tersusun dalam tongkol (spadix) yang muncul dari ketiak tajuk (axillary apices), biasanya pada buku dari 2 - 5 ruas teratas, memiliki rambut (silk), dan terbungkus kelopak-kelopak bunga (kelobot). Rambut jagung adalah pemanjangan saluran stylar ovary (tangkai putik) yang mengumpul di ujung tongkol hingga 30,5 cm atau lebih sehingga keluar dari ujung kelobot, biasany berwrna putih kuning (pada jagung manis) hingga kemerahan (pada jagung biasa).       
       Serbuk sari (pollen) bersifat trinukleat, memiliki sel vegetatitf, dua gamet jantan, dan mengandung butiran-butiran pati. Dinding tebalnya terbentuk dari dua lapisan yang cukup keras, yaitu exine dan intine. Karena adanya perbedaan perkembangan bunga pada spikelet jantan yang terletak di atas dan bawah dan ketidak-sinkronan kematangan spike, maka pollen pecah secara kontinyu dari setiap tassel dalam tempo seminggu atau lebih. Pollen terlepas dari spikelet yang terletak pada spike yang tengah, 2 - 3 cm dari ujung malai (tassel), lalu turun ke bawah. Satu butir anther melepaskan 15 - 30 juta pollen yang sangat ringan. Pollen dapat jatuh di rambut-rambut jagung karena gravitasi atau tiupan angin sehingga memungkinkan terjadinya penyerbukan silang (cross pollination).
        Sebagian besar varietas tanaman jagung bersifat pontandry, yaitu bunga jantan muncul (anthesis) lebih dahulu 1 - 3 hari sebelum rambut bunga  muncul (silking). Dalam keadaan tercekam air, keluarnya rambut tongkol kemungkinan tertunda, sedangkan keluarnya malai tidak terpengaruh. Interval waktu antara keluarnya bunga betina dan bunga jantan (anthesis silking interval, ASI) sangat penting bagi proses penyerbukan tanaman jagung. ASI yang kecil menunjukkan adanya sinkronisasi pembungaan, artinya peluang terjadinya penyerbukan sempurna sangat besar. Semakin besar nilai ASI, semakin kecil sinkronisasi pembungaan sehingga penyerbukan terhambat dan tingkat tanaman menjadi rendah. Cekaman abiotis, misalnya kekeringan dan suhu tinggi, mempengaruhi nilai ASI.
        Penyerbukan tanaman jagung terjadi jika pollen dapat menempel pada ujung silk. Hampir 95% persarian tanaman jagung berasal dari pollen tanaman lain, dan hanya 5% yang berasal dari pollen tanaman sendiri. Terlepasnya pollen berlangsung dalam 3 - 6 hari, tergantung varietas, suhu, dan kelembaban. Pollen tetap hidup (viable) dalam 4 - 16 jam sesudah terlepas (shedding), sedangkan rambut tongkol tetap reseptif dalam 3 - 8 hari. Penyerbukan selesai dalam waktu 24 - 36 jam dan biji mulai berkembang sesudah 10 - 15 hari. Setelah penyerbukan, warna rambut tongkol menjadi coklat dan kering.

1.1.5 Sistem Tongkol dan Biji Tanaman Jagung

         Buah tanaman jagung yang disebut tongkol diselimuti oleh daun kelobot. Tanaman jagung dapat memiliki satu atau dua buah tongkol, tergantung varietas. Tongkol yang terletak di bagian atas umumnya lebih dahulu terbentuk dan berukuran lebih besar daripada yang terletak di bagian bawah. Setiap tongkol terdiri atas 10 - 16 barisan biji yang jumlahnya selalu genap. Biji jagung disebut kariopsis.
        Biji jagung terdiri atas tiga bagian utama, yaitu (a) perikarp, (b) ensosperm, dan (c) embrio atau lembaga. Perikarp adalah lapisan luar yang tipis, yang berfungsi melindungi embrio dari gangguan organisme dan kehilangan air. Endosperm adalah cadangan makanan yang mengandung 90% pati dan 10% protein, mineral, minyak, dan lain-lain. Lebih dari 75% bobot biji jagung merupakan endosperm. Embrio adalah miniatur tanaman yang terdiri atas plumule, akar radikal, skutelum, dan koleoptil (Hardman and Gunsolus, 1998).
        Pati endosperm terdiri atas senyawa anhidroglukosa yang sebagian besar terdiri atas dua molekul, yaitu amilosa dan amilopektin, dan sebagian kecil berupa bahan antara (While, 1984).  Pada beberapa jenis tanaman jagung terdapat variasi kandungan amilosa dan amilopektin. Protein endosperm biji jagung terdiri atas beberapa fraksi yang berdasarkan kelarutannya diklasifikasikan menjadi albumin (lerut dalam air), globulin (larut dalam larutan salin), zein atau prolamin (larut dalam alkohol konsentrasi tinggi), dan glutelin (larut dalam alkali). Pada sebagian besar tanaman jagung, proporsi masing-masing fraksi protein adalah 3% albumin, 3% globulin, 60% prolamin, dan 34% glutelin (Vasal, 1994).


1.2 Fase Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Jagung

        Pertumbuhan (growth) adalah peningkatan permanen ukuran organisme atau bagiannya yang merupakan hasil dari peningkatan jumlah dan ukuran sel. Perkembangan (development) adalah koordinasi pertumbuhan dan diferensiasi dari suatusel tunggal menjadi jaringan, organ, dan organisme seutuhnya. Diferensiasi (differentiation) adalah perkembangan suatu sel ke bentuk yang berbeda yang beradaptasi ke fungsi khusus. 
         Secara umum, tanaman jagung mempunyai pola pertumbuhan dan perkembangan yang sama, namun interval waktu antartahap dapat berbeda. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap, yaitu: (a) fase perkecambahan, (b) fase pertumbuhan vegetatif, dan (c) fase perkembangan reproduktif. Fase perkecambahan dimulai saat imbibisi air yang ditandai dengan pembengkakan biji sampai dengan sebelum munculnya daun pertama. Fase pertumbuhan vegetatif dimulai dari munculnya daun pertama yang membuka sempurna sampai dengan tasseling dan sebelum silking. Fase reproduktif dimulai setelah silking sampai dengan masak fisiologis.

1.2.1 Fase Perkecambahan
       
        Perkecambahan (germination) merupakan tahap awal perkecambahan suatu tumbuhan, khususnya tumbuhan berbiji. Dalam tahap ini,  embrio di dalam biji yang semula berada pada kondisi dorman mengalami sejumlah perubahan fisiologis yang menyebabkannya berkembang menjadi tumbuhan muda. Tumbuhan muda ini dikenal sebagai kecambah. Perkecambahan diawali dengan penyerapan air dari lingkungan sekitar biji, baik tanah, udara, maupun media lainnya. Perubahan yang teramati adalah membesarnya ukuran biji yang disebut tahap imbibisi (berarti "minum"). Efek yang terjadi adalah membesarnya ukuran biji karena sel-sel embrio membesar dan biji melunak. Proses ini murni fisika.
       Kehadiran air di dalam sel mengaktifkan sejumlah enzim perkecambahan awal. Fitohormon (asam absisat) menurun kadarnya, sementara giberelin meningkat. Berdasarkan kajian ekspresi gen pada tumbuhan Arabidopsis thaliana diketahui bahwa pada perkecambahan lokus-lokus yang mengatur pemasakan embrio, seperti Abscisic acid insensitive 3 (ABI-3), Fusca 3 (FUS-3), dan Leafy Cotyledon 1 (LEC-1) menurun perannya (downregulated) dan sebaliknya lokus-lokus yang mendorong perkecambahan meningkat perannya (upregulated), seperti Gibberelic Acid 1 (GA-1), GA-2, GA-3, GA-I, ERA-1, PKL, SPY, dan SLY. Diketahui pula bahwa dalam proses tumbuhanperkecambahan yang normal sekelompok faktor transkripsi yang mengatur auksin (disebut Auxin Response Factors, ARFs) diredam oleh RNA|micro (Li et al., 2007). Perubahan pengendalian ini merangsang pembelahan sel di bagian yang aktif melakukan mitosis, seperti di bagian ujung radikula. Akibatnya ukuran radikula makin besar dan kulit atau cangkang biji terdesak dari dalam, yang pada akhirnya pecah. Pada tahap ini diperlukan prasyarat bahwa cangkang biji cukup lunak bagi embrio untuk dipecah.
        Perkecambahan benih jagung terjadi ketika radikula muncul dari kulit benih, yaitu ketika kadar air benih mencapai > 30% dan dalam lingkungan yang favorabel. Proses perkecambahan benih dimulai dari penyerapan air oleh benih melalui proses imbibisi, lalu benih membengkak diikuti dengan kenaikan aktivitas enzim dan respirasi di dalam massa benih. Pati, lemak, dan protein dihidrolisis menjadi zat-zat yang mobil, yaitu gula, asam-asam lemak, dan asam-asam amino, yang dapat diangkut ke bagian embrio. Sel-sel embrio aktif melakukan pembelahan (sitokinesis) dan diferensiasi membentuk jaringan dan organ-organ primordial. Koleoriza memanjang menembus perikarp, lalu radikel menembus koleoriza.
       Pemunculan kecambah dimulai setelah radikel muncul dari koleoriza, diikuti  munculnya empat akar seminal lateral. Sesaat kemudian, plumule tertutupi oleh koleoptil. Koleoptil terdorong ke atas oleh pemanjangan mesokotil yang mendorong koleoptil menuju ke permukaan tanah. Ketika ujung koleoptil muncul ke permukaan tanah, pemanjangan mesokotil terhenti dan plumule muncul dari koleoptil dan menembus permukaan tanah.
       Keseragaman perkecambahan benih sangat penting untuk tujuan agronomi. Jika daya tumbuh benih rendah, maka perkecambahannya menjadi tidak seragam. Tanaman yang terlambat tumbuh akan ternaungi dan gulma akan memenangkan persaingan dengan tanaman. Akibatnya, pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak normal dan ukuran tongkolnya relatif kecil sehingga produksinya rendah. Daya tumbuh dan keseragaman perkecambahan adalah dua parameter paling penting dari mutu benih.
       Faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan dan pemunculan tanaman (kecambah) di lapangan antara  lain mutu benih, kelembaban tanah, cahaya matahari, kedalaman tanam, dan pengolahan tanah. Di lapangan, benih jagung biasanya ditanam pada kedalaman 5 - 8 cm. Bila kelembaban tepat dan benihnya bermutu tinggi, pemunculan kecambah akan seragam terjadi dalam 4 - 5 hari setelah tanam. Pada kondisi yang dingin dan kering, pemunculan tanaman dapat berlangsung dua minggu setelah tanam atau bahkan lebih, apalagi jika penanaman benih lebih dalam. Kedalaman ideal bagi penanaman benih adalah tiga kali ukuran diameternya.

1.2.2 Fase Vegetatif Tanaman Jagung

        Setelah pemunculan tanaman di lapangan, pertumbuhan tanaman jagung melewati beberapa fase pertumbuhan vegetatif sebagai berikut.

1.2.2.1 Fase V3 - V5 (Jumlah daun yang membuka sempurna 3 - 5)

        Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 10 - 18 hari setelah berkecambah. Pada fase ini, akar seminal sudah mulai berhenti tumbuh, akar nodul sudah mulai aktif, dan titik tumbuh masih berada di bawah permukaan tanah. Suhu tanah mempengaruhi pertumbuhan titik tumbuh. Suhu yang rendah akan memperlambat keluarnya daun, meningkatkan jumlah daun, dan menunda terbentuknya bunga jantan (McWilliams et al., 1999).

1.2.2.2 Fase V6 - V10 (Jumlah daun yang membuka sempurna 6 - 10)

        Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur 18 - 35 hari setelah berkecambah. Titik tumbuh sudah berada di atas permukaan tanah. Perkembangan akar dan penyebarannya di atas permukaan tanah sudah sangat cepat dan pemanjangan batang meningkat dengan pesat. Pada fase ini, bakal bunga jantan (tassel) dan perkembangan tongkol dimulai (Lee, 2007). Tanaman mulai menyerap hara dalam jumlah yang lebih banyak, sehingga pemupukan pada fase ini sangat diperlukan untuk mencukupi kebutuhan hara bagi tanaman (McWilliams et al., 1999).

1.2.2.3 Fase V11 - Vn (Jumlah daun yanag membuka sempurna 11 - daun terakhir 15 - 18)

        Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 33 - 50 hari setelah berkecambah. Tanaman tumbuh dengan cepat dan akumulasi bahan kering meningkat dengan cepat. Kebutuhan hara dan air relatif sangat tinggi untuk mendukung laju pertumbuhan yang cepat. Tanaman sangat sensitif terhadap cekaman kekeringan dan kekurangan hara. Pada fase ini, kekeringan dan kekurangan hara sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tongkol. Bahkan, dapat menurunkan jumlah biji dalam satu tongkol karena mengecilnya ukuran tongkol sehingga menurunkan hasil (McWilliams et al., 1999; Lee, 2007). Kekeringan pada fase ini juga memp[erlambat munculnya bunga betina (silking).

1.2.3 Fase Generatif atau Reproduktif Tanaman Jagung

        Fase generatif tanaman jagung terdiri atas 4 tahap perkembangan, yaitu (a) munculnya bunga jantan (tasseling), (b) munculnya bunga betina (silking), (c) penyerbukan dan pembuahan, dan (e) pengisian dan pemasakan biji). 

1.2.3.1 Munculnya Bunga Jantan (Tasseling, VT)
  
        Fase generatif tanaman jagung ditandai pertumbuhan ujung tanaman (apikal) yang meruncing dan muncul daun bendera (daun terakhir yang berukuran kecil) diikuti dengan munculnya bunga jantan (tassel). Fase ini dimulai pada saat tanaman berumur antara 45 - 52 hari setelah berkecambah. Tahap VT dimulai 2 - 3 hari sebelum munculnya rambut tongkol (silking). Pada periode ini, tanaman jagung mencapai tinggi dan bobot biomassa (vegetatif) maksimum, yaitu sekitar 50% dari total bobot kering tanaman. Penyerapan hara juga maksimum, yaitu N 60 - 70%, P 50%, dan K 80 - 90%.

1.2.3.2 Munculnya Bunga Betina (Silking, R1)

        Fase silking diawali dengan munculnya rambut tongkol yang terbungkus kelobot, biasanya 2 - 3 hari setelah tasseling. Bunga betina tumbuh dari ketiak daun yang terletak pada pertengahan batang. Rambut tongkol memanjang 2,5 - 3,8 cm/hari dan akan terus memanjang hingga diserbuki. Jumlah rambut tongkol sama dengan jumlah biji yang akan terbentuk di dalam tongkol. Kepala putik yang telah menyembul keluar (silking) telah membelah dua dan siap dibuahi dalam waktu 2 - 3 hari saja. Pada fase ini, serapan N dan P sangat cepat dan K hampir maksimum (Lee, 2007). Dalam satu tanaman (batang) jagung dapat muncul dua atau elbih bunga betina (tongkol).

1.2.3.3 Penyerbukan dan Pembuahan

       Penyerbukan bunga jagung pada umumnya terjadi secara silang (cross pollination) dan dibantu oleh angin atau serangga. Bunga jantan akan masak terlebih dahulu daripada bunga betina. Pada sebagian besar varietas, bunga jantannya muncul 1 - 3 hari sebelum bunga betina (rambut jagung) keluar. Pollen  akan terus terlepas selama 3 - 6 hari dan tetap hidup 4 - 16 jam kemudian, sedangkan kepala putik tetap reseptif selama 3 - 8 hari. Ketika pollen jatuh (menempel) di kepala putik (rambut jagung), maka terjadilah penyerbukan. Penyerbukan akan gagal jika kondisi cuaca sangat panas dan /atau kekeringan (kekurangan air). Bunga betina yang telah diserbuki akan tumbuh menjadi buah (biji) dalam waktu 10 - 45 hari setelah penyerbukan. Buah atau biji jagung menempel pada tongkol dan tersusun berbaris-baris sangat rapi sebanyak 200 - 400 butir (tergantung varietas dan tingkat keberhasilan penyerbukan).
       
1.2.3.4 Pengisian dan Pemasakan Buah

       Proses pengisian dan pemasakan biji jagung dimulai pada 10 - 45 hari setelah penyerbukan dan melalui tahap-tahap berikut.

1.2.3.4.1 Fase Blister (R2)

      Fase ini ditandai dengan perubahan warna pada rambut tongkol yang semakin gelap dan kering, terjadi sekitar 10 - 14 hari setelah silking. Pada fase ini, ukuran tongkol, kelobot, dan janggel hampir sempurna. Biji sudah mulai nampak dan berwarna putih melepuh. Pati mulai diakumulasikan ke dalam endosperm dan kadar air biji sekitar 85%.

1.2.3.4.2 Fase Masak Susu (R3)

        Fase ini ditandai dengan meningkatnya intensitas warna biji dan akumulasi pati, terjadi sekitar 18 - 22 hari setelah silking. Pengisian biji yang semula dalam bentuk cairan bening berubah menjadi cairan seperti susu putih dan bagian dari sel endopserm sudah terbentuk lengkap. Kadar air biji sekitar 80%. Kekeringan pada fase R1 - R3 akan menurunkan ukuran dan jumlah biji yang terbentuk.

1.2.3.4.3 Fase Dough (R4)

        Fase ini ditandai dengan isi biji yang seperti pasta dan belum mengeras, terjadi sekitar 24 - 28 hari setelah silking. Pada fase ini, separuh dari akumulasi bahan kering ke dalam biji sudah berlangsung dan kadar air biji menurun hingga sekitar 70%. Cekaman kekeringan pada fase ini sangat berpengaruh terhadap bobot biji.

1.2.3.4.4 Fase Pengerasan Biji (R5)

        Fase ini ditandai dengan bentuk biji yang sudah sempurna,  berlangsung pada 35 - 42 hari setelah silking. Akumulasi bahan kering segera berhenti dan embrio sudah masak. Kadar air biji sekitar 55%.

1.2.3.4.5 Fase Masak Fisiologis (R6)

        Masak fisiologis adalah suatu kondisi tingkat kemasakan biji yang ditandai dengan maksimasi akumulasi fotosintat ke dalam endosperm, ukuran biji, kematangan embrio, dan terhentinya proses pengisian biji dan kadar air biji minimum. Pada kondisi ini kualitas biji berada pada tingkat maksimum, baik daya tumbuh, perkecambahan, viabilitas, maupun bobot keringnya.
       Tanaman jagung memasuki fase masak fisiologis pada umur 55 - 65 hari setelah silking, ditandai dengan mengerasnya lapisan pati pada biji dan terbentuknya lapisan absisi berwarna coklat atau kehitaman (black layer), dimulai dari biji pada bagian pangkal tongkol menuju ke bagian ujung tongkol. Pada varietas hibrida yang memiliki sifat tetap hijau (stay green) yang tinggi, kelobot dan daun bagian atas masih berwarna hijau meskipun telah memasuki tahap masak fisiologis. Pada tahap ini, kadar air biji berkisar antara 30 - 35%, penyerapan NPK dan bobot kering tanaman telah mencapai 100%.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar